Alkisah ada sang brand Ambassador yang melakukan tindakan blunder dengan mengunggah komen yang isinya justru bertentangan dengan brand yang ia usung yang sontak membuat heboh jagat maya. Parahnya yang tidak tahu menahu tentang dunia branding pun akan dengan mudah faham akan kesalahan tersebut.

Sederhananya begini .., Anda dibayar mahal untuk mempromosikan sebuah brand, tapi yang anda lakukan adalah tindakan yang dapat membunuh brand.

Di lain kasus, ada salah satu brand ambassador yang mengenalkan brand tertentu melalui postingan sebuah social media tetapi dengan menggunakan device brand lain, sebuah kesalahan kecil namun berdampak besar.

Kejadian inipun langsung mendapat hujatan sana sini bahkan tidak sedikit yang mengulasnya untuk dijadikan contoh sempurna bagaimana pentingnya brand management di era sekarang ini.

Saya memilih ulasan dari Mas Yodhia Antariksa dalam blog nya http://strategimanajemen.net yang akan kita bahas kali ini.

Menurut Yodhia Ada 3 pelajaran kunci tentang brand management di era digital yang layak kita ulik.

Kejadian blunder ini kebetulan menimpa online darling Tokopedia yang sedang getol-getol nya menghabiskan anggaran iklan yang WOW .

Sebelum mengulik kasus blundernya, ada data terbaru yang cukup mencengangkan : dalam tiga bulan sejak Januari – Maret 2016 , Tokopedia sudah habiskan anggaran ikan sebesar Rp 147 miliar – sebuah angka yang masif.

Anggaran iklan itu terbilang sangat tinggi apalagi jika mengingat pemasukan Tokopedia dalam 3 bulan mungkin hanya sekitar Rp 30 milyar. Dana iklan segede gaban itu tentu dibiayai dengan duit investor.

Anggaran iklan Rp 147 milyar hanya dalam 3 bulan, adalah demi sebuah growth fenomenal yang diangankan Tokopedia.

Pahitnya, ditengah anggaran iklan yang masif itu, muncul blunder dari Brand Ambassadornya yang bernama Isyana, sosok penyanyi muda yang lagi naik daun.

Isyana inilah yang suka muncul dengan kalimat magis : Sudah cek Tokopedia Belum?

Sialnya, Isyana sendiri mungkin ndak pernah cek Tokopedia.

Lho kok begitu? Dalam salah satu berita, ia komen yang kurang lebih kira-kira isinya seperti ini :

Dirinya mengaku ndak pernah belanja online, sebab takut ketipu. Belanja online menurut Isyana sering mengecewakan. Produk yang dipajang suka berbeda dengan aslinya. Ia bilang ndak tertarik untuk belanja online.

Tokopedia layak terpukul. Anggaran iklan masif sebesar 147 milyar bisa tercemar, karena Brand Ambassadornya memberikan komen yang justru sangat kontra produktif dengan upaya untuk mendorong publik makin gemar belanja online dan cek Tokopedia.

Ada 3 pelajaran tentang brand communication management yang layak kita telisik disini.

Brand Lesson # 1 : Brand Ambassador Guidelines.

Blunder Isyana mungkin terjadi karena brand/produsen (dalam hal ini Tokopedia) kurang memberikan guidelines yang jelas dan kontinyu terhadap brand ambassadornya.

Harusnya, pengelola brand memberikan panduan detil tentang bagaimana ambassadornya harus berperilaku dan berkomentar, agar semua selaras dengan brand image yang mau dikembangkan.

Isyana sendiri mungkin lupa dan khilaf. Ia mungkin ndak sadar bahwa dirinya masih dikontrak Tokopedia untuk menjadi brand ambassadornya. Isyana harusnya lebih berhati-hati dalam berkomentar – apalagi jika menyangkut brand yang diiklankannya.

Blunder Isyana terjadi karena kegagalan komunikasi yang produktif antara pihak Tokopedia dan Isyana. Sebuah blunder yang serasa menjadi noda hitam ditengah iklan masif seharga Rp 147 milyar dari Tokopedia.

Brand Lesson # 2 : The Synergy of Brand Personality

Dalam ilmu tentang brand management tertulis, pemilihan brand ambassador mesti melihat “keselarasan kepribadian” : personality sang figur setidaknya cocok dengan image yang mau dibangun oleh sebuah brand.

Dalam hal ini, kisah brand ambassador Nike mungkin memberikan contoh yang nyaris sempurna.

Proses kerjasama Nike dengan Michael Jordan (basket) dan CR7 (bola) akan selalu dikenang sebagai kisah brand ambassador paling legendaris sepanjang sejarah.

Dua kisah itu mendulang sukses yang amat masif bagi penjualan Nike karena personality dan prestasi dua legenda itu sama persis dengan image yang mau dibangun brand Nike : tangguh, penampilan keren, dan skills hebat.

Brand Lesson # 3 : Brand Communication in Social Media Era.

Sebenarnya berita Isyana ini mulanya dimuat sebuah koran yang tidak begitu terkenal, dan juga beritanya hanya kecil di pojok. Nyaris tidak orang yang peduli.

Berita kecil itu mendadak menjadi gempar hanya gara-gara seseorang mengupload ke akun Twitternya. Seketika berita itu menjadi viral, dan lalu semua orang di seluruh Nusantara mengetahuinya.

Itulah efek kekuatan social media. Dalam era socmed ini, setiap orang, setiap individu memang punya kekuatan yang mengejutkan dan bisa berdampak signifikan bagi reputasi sebuah brand.

Social Media Effect yang amat powerful membuat para pengelola brand harus lebih hati-hati dan responsif. Hati-hati dalam membuat statement dan tindakan. Sebab salah sedikit, brand Anda bisa langsung dihajar dalam arena social media. Brand reputation damage akan terjadi.

Pengelola brand juga harus responsif – cepat dalam merespon suara-suara di social media, terutama ketika terjadi krisis. Team social media dari berbagai brands harus lebih gesit dan cekatan dalam mengelola komunikasi dengan para pelanggannya.

Sebagai penutup, tiga kunci yang harus kita ingat untuk mengantisipasi hal buruk seperti diatas terjadi pada brand kita adalah  :

Brand ambassador guideline yang bagus + brand personality yang kompatibel + brand social media team yang solid.

Itulah 3 elemen kunci untuk menghasilkan brand communication keren.

Bagaimana dengan brand anda ?

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *